Tahun 2016 ini, banyak yang developer yang mengeluhkan penurunan jumlah penjualan rumah, menurunnya permintaan disebabkan oleh penurunan daya beli masyarakat karena adanya perubahan kebijakan dan peraturan dari pemerintah, hingga pada akhirnya banyak developer yang juga menurunkan spesifikasi bangunan atau membuat tipe yang lebih kecil agar bisa dijangkau oleh masyarakat.
Selain developer, pihak Bank pun tidak bisa tinggal diam melihat penurunan ini, banyak Bank yang mulai menurunkan suku bunga KPR supaya lebih memudahkan dan menarik minat masyarakat untuk membeli bunga KPR bervariasi, dari 8 sampai 12 persen, tergantung masing-masing Bank dan sistem bunganya.
Namun, tahukah anda, bahwa bunga yang rendah itu sebenarnya tidak merugikan pihak Bank, tapi ada kemungkinan yang paling dirugikan itu adalah nasabahnya, mengapa demikian ? karena nilai pokok hutang di bank semakin hari semakin kecil dengan dibayar setiap bulan, sedangkan nilai agunan yang dipegang oleh pihak Bank semakin hari akan semakin tinggi.
Dan ternyata yang dijadikan "senjata" oleh Bank bukanlah nilai rumah ketika akad kredit, tapi nilai rumah saat ini yang harus dibandingkan dengan sisa hutang si nasabah, misalkan saja 5 tahun yang lalu nasabah mengajukan KPR atau pinjaman lain dengan menggunakan agunan rumahnya, ketika itu nilai rumahnya adalah Rp100 juta, dan pencairan yang dilakukan oleh pihak bank adalah Rp80 juta, dengan jangka waktu pengembalian/ kredit 120 bulan/10 tahun, cicilan sekitar Rp1,2 juta perbulan.
Coba kita hitung, jika kredit sudah berjalan selama 70 bulan, maka Rp1,2 X 70 = Rp84 juta, sedangkan sisa hutangnya masih Rp60 juta, tapi rumah yang dijadikan sebagai agunan nilainya sudah Rp158 juta (harga rumah 70 bulan yang lalu Rp100 juta, ditambah kenaikan harga properti sekitar 10 persen pertahun, dikali 5,8 tahun atau 70 bulan), jadi jika kredit nasabah macet dan harus "diamankan" untuk dilelang oleh pihak Bank, maka total kerugian pada bulan ke 70 ini adalah Rp 182 juta (Rp84 juta cicilan yang sudah dibayar, ditambah dari selisih nilai agunan dengan sisa hutang Rp158 juta - Rp60 juta = Rp98 juta).
Jadi sebenarnya yang paling rugi dan berisiko itu adalah nasabah loh, bukan pihak Bank, walaupun kedenganrannya membantu (dan memang ada yang terbantu), dan sebaiknya kalau ingin membeli rumah lewat KPR atau mengajukan pinjaman dengan agunan rumah lebih baik pikir-pikir lagi beberapa kali, karena kemungkinan akan mengalami kerugian itu pasti ada.
Kalau ada yang punya atau pernah punya pengalaman rugi membeli rumah lewat KPRdan meminjam uang ke Bank dengan agunan properti, silakan share ceritanya dikolom komentar ya.
Selain developer, pihak Bank pun tidak bisa tinggal diam melihat penurunan ini, banyak Bank yang mulai menurunkan suku bunga KPR supaya lebih memudahkan dan menarik minat masyarakat untuk membeli bunga KPR bervariasi, dari 8 sampai 12 persen, tergantung masing-masing Bank dan sistem bunganya.
Namun, tahukah anda, bahwa bunga yang rendah itu sebenarnya tidak merugikan pihak Bank, tapi ada kemungkinan yang paling dirugikan itu adalah nasabahnya, mengapa demikian ? karena nilai pokok hutang di bank semakin hari semakin kecil dengan dibayar setiap bulan, sedangkan nilai agunan yang dipegang oleh pihak Bank semakin hari akan semakin tinggi.
Dan ternyata yang dijadikan "senjata" oleh Bank bukanlah nilai rumah ketika akad kredit, tapi nilai rumah saat ini yang harus dibandingkan dengan sisa hutang si nasabah, misalkan saja 5 tahun yang lalu nasabah mengajukan KPR atau pinjaman lain dengan menggunakan agunan rumahnya, ketika itu nilai rumahnya adalah Rp100 juta, dan pencairan yang dilakukan oleh pihak bank adalah Rp80 juta, dengan jangka waktu pengembalian/ kredit 120 bulan/10 tahun, cicilan sekitar Rp1,2 juta perbulan.
Coba kita hitung, jika kredit sudah berjalan selama 70 bulan, maka Rp1,2 X 70 = Rp84 juta, sedangkan sisa hutangnya masih Rp60 juta, tapi rumah yang dijadikan sebagai agunan nilainya sudah Rp158 juta (harga rumah 70 bulan yang lalu Rp100 juta, ditambah kenaikan harga properti sekitar 10 persen pertahun, dikali 5,8 tahun atau 70 bulan), jadi jika kredit nasabah macet dan harus "diamankan" untuk dilelang oleh pihak Bank, maka total kerugian pada bulan ke 70 ini adalah Rp 182 juta (Rp84 juta cicilan yang sudah dibayar, ditambah dari selisih nilai agunan dengan sisa hutang Rp158 juta - Rp60 juta = Rp98 juta).
Jadi sebenarnya yang paling rugi dan berisiko itu adalah nasabah loh, bukan pihak Bank, walaupun kedenganrannya membantu (dan memang ada yang terbantu), dan sebaiknya kalau ingin membeli rumah lewat KPR atau mengajukan pinjaman dengan agunan rumah lebih baik pikir-pikir lagi beberapa kali, karena kemungkinan akan mengalami kerugian itu pasti ada.
Kalau ada yang punya atau pernah punya pengalaman rugi membeli rumah lewat KPRdan meminjam uang ke Bank dengan agunan properti, silakan share ceritanya dikolom komentar ya.
0 comments:
Post a Comment