UUPA atau undang-undang pokok agraria yang ditetapkan pada tanggal 24 September 1960 oleh Presiden Republik Indonesia Soekarno merupakan landasan hukum dan sumber peraturan tentang kepemilikan tanah di Indonesia, meski di akui sebagai warisan kolonial belanda, namun sampai saat ini belum ada perubahan atau amandemen terhadap UUPA 1960 ini.
Di dalam UUPA beberapa pasal di dalamnya diatur sedemikian rupa tentang siapa saja yang boleh memilik hak atas tanah, bagaimana cara mendapatkan hak kepemilikan atas tanah, ciri-ciri dan sifat hak milik dan apa saja penyebab hilangnya hak kepemilikan atas tanah tersebut, ini menjadi penting untuk kita ketahui bersama-sama, agar tanah yang kita lebih aman dan sudah sesuai dengan peraturan yang berlaku, jangan sampai kita kehilangan asset yang sangat berharga ini hanya karena ketidak tahuan kita.
Sebelum masuk pembahasan tentang hilang atau terhapusnya hak kepemilikan tanah, terlebih dahulu kita mulai tentang siapa saja yang dapat mempunyai hak milik atas tanah menurut UUPA 1960 ini:
1. Perseorangan
WNI, baik pria maupun wanita, tidak berwarganegaraan rangkap (lihat Pasal 9, 20 (1) UUPA)
2. Badan-badan hukum tertentu
Badan-badan hukum yang dapat mempunyai Hak Milik atas tanah, yaitu bank-bank yang didirikan oleh negara, koperasi pertanian, badan keagamaan dan badan sosial (lihat Pasal 21 (2) UUPA, PP No.38/1963 tentang Penunjukan Badan-badan Hukum yang Dapat Mempunyai Hak Atas Tanah, Permen Agraria/Kepala BPN No. 9/1999 tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan).
Terjadinya Hak Milik.
Hak Milik atas tanah dapat terjadi melalui 3 cara sebagai mana disebutkan dalam Pasal 22 UUPA, yaitu:
1. Hak Mik atas tanah yang terjadi Menurut Hukum Adat :
-Terjadi karena timbulnya Lidah Tanah.
2. Hak Milik Atas tanah terjadi karena Penetapan Pemerintah :
-Peningkatan hak
3. Hak Milik atas tanah terjadi karena Undang-undang :
Sifat dan ciri-ciri Hak Milik :
1. Tergolong hak yang wajib didaftarkan menurut PP No. 24/1997.
2. Dapat diwariskan.
3. Dapat dialihkan , seperti jual beli, hibah, tukar-menukar, lelang, penyertaan modal.
4. Turun temurun
5. Dapat dilepaskan untuk kepentingan sosial.
6. Dapat dijadikan induk hak lain.
7. Dapat dijadikan jaminan hutang dengan dibebani Hak Tanggungan.
Hapusnya Hak Milik. Pasal 27 UUPA menetapkan faktor-faktor penyebab hapusnya Hak Milik atas tanah dan tanahnya jatuh kepada negara, yaitu :
1. Karena Pencabutan Hak berdasarkan Pasal 18 UUPA
Menurut ketentuan Pasal 18 UUPA bahwa untuk kepentingan umum termasuk kepentingan bangsa dan negara serta kepentingan bersama dari rakyat, hak-hak atas tanah dapat dicabut, dengan memberi ganti kerugian yang layak dan menurut cara yang diatur dengan undang-undang. Ketentuan Pasal 18 UUPA ini selanjutnya dilaksanakan dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 1961 tentang Pencabutan Hak-hak atas Tanah dan Benda-benda yang Ada di Atasnya.
2. Dilepaskan secara suka rela oleh pemiliknya
3. Dicabut untuk kepentingan umum
Hapusnya hak atas tanah karena penyerahan dengan sukarela oleh pemiliknya ini berhubungan dengan Keputusan Presiden Nomor 55 Tahun 1993 Tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum (Kepres No. 55/1993), yang dilaksanakan lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 1994 tentang Ketentuan Pelaksanaan Keputusan Presiden Nomor 55 Tahun 1993 tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum (Permen No. 1/1994), penyerahan sukarela ini menurut Kepres No. 55/1993 sengaja dibuat untuk kepentingan negara, yang dalam hal ini dilaksanakan oleh pemerintah.
4. Tanahnya ditelantarkan
Pengaturan mengenai tanah yang terlantar diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 1998 tentang Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar (PP No. 36/1998). Pasal 3 dan 4 PP No. 36/1998 mengatur mengenai kriteria tanah terlantar yaitu; (i) tanah yang tidak dimanfaatkan dan/atau dipelihara dengan baik. (ii) tanah yang tidak dipergunakan sesuai dengan keadaan, sifat atau tujuan dari pemberian haknya tersebut.
5. Karena subyek haknya tidak memenuhi syarat sebagai subyek hak milik atas tanah
Pasal 21 ayat (3) UUPA mengatur bahwa orang asing yang memperoleh hak milik karena pewarisan tanpa wasiat atau pencampuran harta perkawinan, demikian pula warganegara Indonesia yang mempunyai hak milik dan setelah berlakunya UUPA ini kehilangan kewarganegaraannya, wajib melepaskan hak itu dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sejak diperolehnya hak tersebut atau hilangnya kewarganegaraan itu. Jika sesudah jangka waktu tersebut lampau hak milik itu tidak dilepaskan, maka hak tersebut hapus karena hukum dan tanahnya jatuh kepada negara, dengan ketentuan bahwa hak-hak pihak lain yang membebaninya tetap berlangsung.
6. Karena peralihan hak yang mengakibatkan tanahnya berpindah kepada pihak lain yang tidak memenuhi syarat sebagai subyek Hak Milik atas tanah
Kemudian Pasal 26 ayat (2) UUPA menyatakan bahwa setiap jual-beli, penukaran, penghibahan, pemberian dengan wasiat dan perbuatan-perbuatan lain yang dimaksudkan untuk langsung atau tidak langsung memindahkan hak milik kepada orang asing, kepada seorang warga negara yang di samping kewarganegaraan Indonesianya mempunyai kewarganegaraan asing atau kepada suatu badan hukum, kecuali yang ditetapkan oleh Pemerintah yaitu badan-badan hukum yang dapat mempunyai hak milik dan syarat-syaratnya, adalah batal karena hukum dan tanahnya jatuh kepada Negara, dengan ketentuan, bahwa hak-hak pihak lain yang membebaninya tetap berlangsung serta semua pembayaran yang telah diterima oleh pemilik tidak dapat dituntut kembali.
7. Tanahnya musnah, misalnya terjadi bencana alam
Sebagaimana pemberian, peralihan dan pembebanan Hak Milik yang wajib di daftar dalam buku tanah, pendaftaran hapusnya hak kepemilikan atas tanah juga wajib untuk dilakukan. Hal ini diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.
Itulah 7 sebab hapusnya hak milik tanah berdasarkan UUPA 1960, memang pada dasarnya tidak ada yang namanya hak kepemilikan abadi, dan ketika mempunyai hak milik, tentunya ada kewajiban dan tanggung jawab yang harus dipenuhi agar tanah yang sudah dimiliki bisa memberikan lebih banyak manfaat, bukan sekedar simpanan, objek investasi atau cuma dijadikan agunan untuk pinjaman semata.
Sumber :
Undang-Undang Pokok Agraria Tahun 1960
Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 1998